pengertian interaksi manusia ko,m
2.1.1. Pengertian Interaksi Manusia-Komputer
Ketika komputer pertama kali diperkenalkan secara komersial pada tahun 50-an, mesin ini sangat sulit dipakai dan sangat tidak praktis. Hal demikian karena waktu itu komputer merupakan mesin yang sangat mahal dan besar, hanya dipakai dikalangan tertentu, misalnya para ilmuwan atau ahli-ahli teknik.
Setelah komputer pribadi (PC) diperkenalkan pada tahun 70-an, maka berkembanglah penggunaan teknologi ini secara cepat dan mengagurnkan ke berbagai penjuru kehidupan (pendidikan, perdagangan, pertahanan, perusahaan, dan sebagainya). Kemajuan-kemajuan teknologi tersebut akhirnya juga mempengaruhi rancangan sistem. Sistem rancangan dituntut harus bisa memenuhi kebutuhan pemakai, sistem harus mempunyai kecocokkan dengan kebutuhan pemakai atau suatu sistem yang dirancang harus berorientasi kepada pemakai. Pada awal tahun 70-an ini, juga mulai muncul isu teknik antarmuka pemakai (user interface) yang diketahui sebagai Man-Machine Interaction (MMI) atau Interaksi Manusia-Mesin.
Pada Man-Machine Interaction sudah diterapkan sistem yang "user friendly". Narnun, sifat user friendly pada MMI ini diartikan secara terbatas. User friendly pada MMI hanya dikaitkan dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan estetika atau keindahan tampilan pada layar saja. Sistem tersebut hanya menitik beratkan pada aspek rancangan antarmukanya saja, sedangkan faktor-faktor atau aspek-aspek yang berhubungan dengan pemakai baik secara organisasi atau individu belum diperhatikan [PRE94].
Para peneliti akademis mengatakan suatu rancangan sistem yang berorientasi kepada pemakai, yang memperhatikan kapabilitas dan kelemahan pemakai ataupun sistem (komputer) akan memberi kontribusi kepada interaksi manusia-komputer yang lebih baik. Maka pada pertengahan tahun 80-an diperkenalkanlah istilah Human-Computer Interaction (HCI) atau Interaksi Manusia-Komputer.
Pada HCI ini cakupan atau fokus perhatiannya lebih luas, tidak hanya berfokus pada rancangan antarmuka saja, tetapi juga memperhatikan semua aspek yang berhubungan dengan interaksi antara manusia dan komputer. HCI ini kemudian berkembang sebagai disiplin ilmu tersendiri (yang merupakan bidang ilmu interdisipliner) yang membahas hubungan tirnbal balik antara manusia-komputer beserta efek-efek yang terjadi diantaranya.
Oleh Baecker dan Buxton [dalam PRE94] HCI ini didefinisikan sebagai "set of processes, dialogues, and actions through -which a human user employs and interacts with computer". ACM-SGCHI [dalam PRE94] lebih jauh menuliskan definisi tentang HCI sebagai berikut:
--- human-computer interaction is a discipline concerned with the design, evaluation and implementation of interactive computing system for human use and with the study of major phenomena surrounding them. "
Dengan demikian terlihat jelas bahwa fokus perhatian HCI tidak hanya pada keindahan tampilannya saja atau hanya tertuju pada tampilan antarmukanya saja, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek pamakai, implementasi sistem rancangannya dan fenomena lingkungannya, dan lainnya. Misalnya, rancangan sistem itu harus memperhatikan kenyamanan pemakai, kemudahan dalam pemakaian, mudah untuk dipelajari dlsb.
Tujuan dari HCI adalah untuk menghasilkan sistem yang bermanfaat (usable) dan aman (safe), artinya sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik. Sistem tersebut bisa untuk mengembangkan dan meningkatkan keamanan (safety), utilitas (utility), ketergunaan (usability), efektifitas (efectiveness) dan efisiensinya (eficiency). Sistem yang dimaksud konteksnya tidak hanya pada perangkat keras dan perangkat lunak, tetapi juga mencakup lingkungan secara keseluruhan, baik itu lingkungan organisasi masyarakat kerja atau lingkungan keluarga. Sedangkan utilitas mengacu kepada fungsionalitas sistem atau sistem tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan efesiensi kerjanya. Ketergunaan (usability) disini dimaksudkan bahwa sstem yang dibuat tersebut mudah digunakan dan mudah dipelajari baik secara individu ataupun kelompok.
Pendapat Preece, J. di atas didasarkan pada pemikiran yang menyatakan bahwa kepentingan pemakai sistem harus didahulukan, pemakai tidak bisa diubah secara radikal terhadap sistem yang telah ada, sistem yang dirancang harus cocok dengan kebutuhan-kebutuhan pemakai.
Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan komputer, para pemakai pertama kali akan berhadapan dengan perangkat keras komputer. Untuk sampai pada isi yang ingin disampaikan oleh perangkat lunak, pemakai dihadapkan terlebih dahulu dengan seperangkat alat seperti papan ketik (keyboard), monitor, mouse, joystick, dan lain-lain. Pemakai harus dapat mengoperasikan seperangkat alat tersebut. Selanjutnya, pemakai akan berhadapan dengan macam-macam tampilan menu, macam-macam perintah yang terdiri dari kata atau kata-kata yang harus diketikkannya, misalnya save, copy, delete, atau macam-macam ikon. Peralatan, perintah, ikon dan lain-lain yang disebutkan di atas dikenal dengan nama interface (antarmuka). Interface ini merupakan lapisan pertama yang langsung bertatap muka dengan pemakai.
Sistem interaksi itu sendiri juga merupakan bagian dari sistem komputer yang dibuat, sehingga memungkinkan manusia bermteraksi dengan sistem komputer se-efektif mungkin guna memanfaatkan kemampuan pengolahan yang tersedia pada sistem komputer. Salah satu model antarmuka antara manusia dan komputer atau rangkaian kegiatan interaksi manusia-komputer secara sederhana dapat disimak pada gambar di bawah.
Gambar 2.1 : Model rangkaian kegiatan interaksi manusia-komputer [DOW92].
Dari Gambar 2.1 ini terlihat bahwa manusia memberi isyarat, atau masukan data kepada sistem pengolah informasi komputer, melalui alat masukan yang tersedia pada sistim komputer (misalnya keyboard). Berdasarkan masukan ini, melalui alat keluarannya (mi~lnya monitor), hasil-hasil pengolahan dari prosesor komputer disajikan kepada manusia. Melalui sensor manusia, seperti penglihatan (mata), pendengaran (telinga), dan peraba, sajian atau masukan-masukan itu kemudian dipantau/dimonitor untuk selanjutnya diteruskan ke sistem pengolah informasi manusia (perceptual processing, intellectual/cognitive processing, dan motor control yang selalu berinteraksi dengan human memory) untuk ditafsirkan.
Setelah penafsiran dilakukan dan keputusan diambil, maka diteruskanlah perintah ke alat responder manusia (tangan, jari, suara, dan lainnya) untuk melakukan tindak lanjutan yang pada urnumnya diwujudkan berupa masukan kembali ke komputer.
Rangkaian pesan dan isyarat antara manusia dengan komputer membentuk suatu dialog interaktif, yakni serangkaian aksi dan reaksi yang saling berkaitan. Memperhatikan rangkaian kegiatan interaksi yang terjadi, jelaslah bahwa sifat dari suatu interaksi sangat ditentukan oleh dialog manusia-komputer dan teknologi dari alat masukan serta keluaran yang digunakan [DOW92].
Dengan faktor-faktor yang tercakup pada HCI tersebut, sekarang semakin menjadi jelas peranan HCI di dalam rancangan sistem. la akan mempertinggi kualitas interaksi antara sistem komputer dan manusia. Untuk bisa tercapainya kualitas yang tinggi pada interaksi tersebut, maka secara sistematik perlu diterapkannya pengetahuan tentang tujuan manusia (human goals), kapabilitas dan keterbatasan manusia bersama-sama dengan pengetahuan tentang kapabilitas dan keterbatasan komputer pada sistem. Pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan itu selanjutnya untuk mengetahui aspek-aspek fisik, sosial, organisasi dan lingkungan kerja pemakai. Dengan demikian, perancang sistem harus bisa membuat transisi dari 'apa yang dapat dilakukan kepada sistem (functionality)" menjadi 'bagaimana sistem itu harus dilakukan agar cocok dengan pemakai (usability)".
2.1.3. Model-Model Mental
Sejak adanya ternuan-ternuan yang dilakukan oleh para peneliti HCI tentang
fungsionalitas sistem, yakni "apa yang diketahui oleh pemakai tentang sistem
perangkat lunak komputer" dan usability sistem, yakni "apa yang harus dilakukan
oleh pemakai terhadap sistem " mendorong perkembangan riset dalam HCI tersebut.
Riset yang dilakukan pada akhir-akhir ini mulai berfokus kepada jenis-jenis
pengetahuan pemakai ketika ia menggunakan sistem komputer. Konsep model
mental terhadap sistem adalah topik utamanya. Studi representasi pengetahuan yang
berbasis komputer ini menghasilkan keuntungan-keuntungan antara lain studi ini
bisa menggali basis perilaku teoritis, seperti perilaku khusus pemakai terhadap
tugasnya. Studi jenis ini juga berkaitan dengan representasi mental, maka diperlukan
3. Mental model. Pemakai dikatakan sudah memiliki model mental terhadap sistem
apabila ia telah memahami bagaimana sistem itu bekerja, apa saja komponen
sistem tersebut, bagaimana hubungannya, apa saja proses-proses internalnya, dan
bagaimana operasi internal tersebut mempengaruhi komponen-komponennya
[CAR90].
Ketepatan rancangan system image dari suatu sistem terhadap model mental
pemakai adalah sangat penting. Jika sistem tersebut tidak bisa merepresentasikan
model mental pemakai secara baik, maka interaksi yang terjadi antara sistem dan
pemakai niscaya akan mengalami hambatan-hambatan. Pemakai akan tidak bisa
nyaman dalam menggunakan sistem tersebut, bahkan bisa terjadi kesalahpahaman,
karena beban kognitif pemakai bertambah berat. Oleh karenanya, dalam sistem antar
muka biasanya masalah yang paling sering terjadi adalah kesenjangan antara model
mental pemakai mengenai tugas dari sistem dengan keadaan riil dari sistem itu.
Misalnya, pada waktu memulai suatu program, seorang pemakai sudah memiliki
tujuan yang ingin dicapai dari interaksi yang dilakukan, yang mana tujuan ini ada
didalam pikiran pemakai. Di lain pihak, perancang atau pengembang program juga
mempunyai tujuan sendiri dari sistem yang dikembangkannya. Bila tujuan dari
pemakai dan tujuan dari perancang sistim itu berbeda jauh, maka disini biasanya
akan terjadi kesukaran atau konflik-konflik ketika berinteraksi.
Oleh Norman (1986) ditegaskan bahwa konflik-konflik demikian bisa terjadi
di-karenakan adanya kesenjangan antara model mental (yakni: goals dan intensi)
seseorang yang disebut variabel-variabel psikologikal dengan variabel-variabel
fisikal (sistem). Narnun demikian, perbedaan atau kesenjangan antara tujuan dari
pemakai dan sistim ini dapat diperkecil bila rancangan sistem dibuat berdasarkan
data-data dari pemakai, misalnya kemampuan kognitif pemakai, tujuan yang ingin
dicapai oleh pemakai, dan sebagainya. Untuk hal tersebut Norman (1986) mencoba
mengaplikasikan hasil risetnya dibidang cognitive science yang dikenal dengan
istilah Cognitive Engineering. Melalui cognitive engineering ini kesenjangan akan
diperkecil.
Kesenjangan interaksi antara pemakai dan sistem tersebut digambarkan
dengan dua buah gulfs (celah) yaitu the gulf of execution (celah eksekusi) dan the
gulfofevaluation (celah evaluasi ) (lihat Gambar 2.4).
Physica
Syistem
Gulf of
Execution
Gulf of
Evaluation
GOAL
Gambar 2.4: The Gulf of Execution and Evaluation [HUT86].
Agar celah tersebut tidak semakin jauh, maka kedua gulfs tersebut harus
dijembatani sehingga terdapat kecocokan antara sistem yang ada dengan model
mental pemakai. Kedua gulfs dijembatani dalam dua arah, dari arah sistem
dijembatani dengan Evaluation Bridge, sedangkan dari arah sisi pemakai
dijembatani dengan Execution Bridge (lihat Gambar 2.5).
Dalam Gambar 2.5 dapat disimak bahwajembatan dari sisi pemakai (goals)
ke sistem fisikal (physical system) diawali dengan formasi intensi pemakai yang
relevan dengan sistem. Selanjutnya, pemakai menentukan langkah-langkah tindakan
I khusus (action specification) yang tepat guna mengeksekusi sebarisan tindakan itu
~xecuting the action). Melalui mekanisme antarmuka (interface mechanism),
I-
l~sekusi tindakan ini dijalankan untuk kemudian disampaikan ke sistem. Sistem
Mneresponnya,yang selanjutnya hasil respon tersebut (output), disampaikan
Execution Bridai
Gambar 2.5: Jembatan Celah Eksekusi dan Evaluasi [NOR86].
atau ditampilkan lagi kepada pemakai melalui piranti yang tersedia (monitor atau
tampilan antarmuka). Jadi ada 4 komponen yang menjembatani dari sistem pemakai
ke sistem fisikal, yakni formasi intensi, spesifikasi aksi, eksekusi aksi dan
mekanisme antarmuka.
Sedangkan jembatan dari sisi sistem fisikal ke pemakai diawali dengan
tampilan antarmuka (interface display) yang menampilkan output (keluaran) dari
sistem. Output ini kemudian diinterpretasikan oleh pemakai melalui proses
intemalnya (pengolahan persepsinya). Selanjutnya dilakukan evaluasi dengan
membandingkan hasil interpretasi dari status sistem dengan goal dan intensi awal
(original goal). Dalam jembatan ini juga ada 4 (empat) komponen, yaitu tampilan
antarmuka, pengolahan persepsi, interpretasi, dan evaluasi [NOR86].
2.1.4. Ikon Sebagai Antarmuka Manusia-Komputer
Ikon telah digunakan sejak sejarah manusia ada sebagai sirnbol dari
representasi visualnya. Kata ikon berasal dari kata Greek (Yunani Kuno) yang
digunakan untuk image, gambar-gambar, ataupun simbol-simbol yang
merepresentasikan suatu objek seperti temak, biji-bijian, masyarakat/ keluarga, dan
sebagainya. Dari ikon-ikon ini kemudian berkembang menjadi komponen-
komponen bahasa tulisan dan sistem bilangan [NOR90].
Dewasa ini ikon telah menjadi komponen urnum dalam antarmuka komputer.
Menurut Smith, dkk. [dalam FAM93] ikon juga membuat antarmuka lebih akrab
(familiar) bagi pemakai. Sedangkan Johnson [dalam FAM93] menyatakan bahwa
dengan fasilitas ikon pada sistem antarmuka, pemakai bisa memanipulasi informasi
melalui layar tampilannya, seperti cara yang pemakai gunakan dalam memanipulasi
obyek fisik pada suatu desktop.
Dalam disiplin interaksi manusia-komputer, ikon dimaksudkan sebagai
bayangan (image), gambar, atau simbol yang merepresentasikan suatu konsep
[SHN92]. Ikon dikiasifikasikan menjadi dua jenis yaitu ikon piktoral dan ikon
simbol. Ikon piktoral adalah ikon untuk merepresentasikan informasi operasi
semantik dan abstrak dengan menggunakan gambar-gambar. Sedangkan ikon-ikon
dengan beberapa karakter untuk membantu menangkap informasi semantik disebut
ilrnri cirrihril
Ikon dirancang untuk merepresentasikan suatu operasi atau perintah yang
akan dijalankan sistem. Untuk menciptakan suatu representasi bentuk visual (ikon)
yang baik harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
1. Ketergantungan kultur/budaya dan aplikasi.
Ikon dirancang untuk merepresentasikan sebuah klas atau kelompok obyek (misal
operasi dan perintah), bukan hanya untuk obyek-obyek spesifik. Maka ikon yang
dibuat harus rnenggunakan sirnbol-simbol alami yang merupakan latar belakang
budaya pemakai. Adalah suatu fakta bahwa dalam setiap kelompok masyarakat
yang berbeda akan memiliki gaya kognitf yang berbeda pula., dan sangat dapat
dimengerti bahwa preferensi masing-masing individu bisa berbeda-beda
[SHN92]. Sebagai contoh tanda stop bidang delapan (oktagonal) dan simbol "x"
dapat mengandung pengertian "tidak" dan beberapa ruang kamar kecil
digunakan ikon "pants" dan "skirt" di depan pintu yang berarti simbol "laki-laki"
dan "perempuan" [CHA90].
2. Bentuk mudah dikenal (easy recognition).
Suatu ikon yang dirancang dengan makna yang tepat akan membantu pemakai
dalam mengingat dan mengidentifikasi ikon itu. Keuntungan dari suatu ikon
adalah bahwa ikon dapat dikenal melalui bentuk-bentuknya, sekali bentuk itu
diketahui maka akan dengan mudah untuk diingat artinya tanpa menambahkan
teks yang mungkin sulit untuk diimplementasikan
3. Berbeda dengan ikon lainnya dalam suatu sistem.
Ikon di dalam suatu sistem harus konsisten danjelas (mudah dibedakan). Setiap
ikon harus dirancang dengan ciri yang khas, yang merefleksikan makna dari
obyek yang direpresentasikan dan harus berbeda dengan ikon yang lain.
Dengan digunakannya ikon sebagai antarmuka dalam suatu sistem akan
memberikan keuntungan bagi pemakai, yaitu:
• Operasi akan menjadi lebih cepat daripada menuliskan kata-kata perintah.
• Untuk memahami arti semantik suatu ikon akan lebih cepat.
• Perintah-perintah atau operasi dengan ikon dapat dilakukan secara simultan.
Dalam sistem interaksi berbasis ikon, ukuran simbol-simbol piktografis
untuk merepresentasikan suatu obyek dalam suatu sistem komputer, biasanya
64x64 piksel. Tetapi, yang lebih utama dalam pembuatan ikon sebagai interface
adalah ikon tersebut mudah ditangkap, mudah dibaca, berhubungan dengan
pengetahuan pemakai dan dapat mengurangi beban kognitif pemakai [SHN92].
Ketepatan bentuk pola gambar dari rancangan ikon akan membantu pemakai
dalam mengingat dan mengidentifikasikan ikon tersebut, sehingga tidak perlu
menarnbahkan teks untuk memperjelasnya. Selain itu, ikon dalam suatu sistem harus
konsisten dan mudah dapat dibedakan satu sama lainnya. Setiap ikon harus
dirancang dengan ciri khas, yang merefleksikan pengertian dari sesuatu yang
direpresentasikan dan berbeda dengan ikon lainnya [CHA90].
0 komentar:
Posting Komentar