Grafika, Satu Kekuatan Ekonomi Bandung
GRAFIKA. Tak banyak yang menyadari industri grafika sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mulai dari lahir hingga ketika tutup usia. Bahkan bisa dikatakan majunya peradaban manusia setelah manusia mengenal produk grafika berupa tulisan. Namun begitu, masyarakat pada umumnya menganggap industri grafika hanya terbatas pada industri percetakan. Padahal, industri grafika meliputi segala sesuatu yang mengalami proses cetak, mulai dari buku hingga pengemasan (packaging).
OPERATOR mengoperasikan salah satu mesin pada pameran Jabar Grafika Expo 2007 di Graha Mandala Siliwangi, Jalan Aceh Bandung, Selasa (20/3). Seiring perkembangan teknologi informasi, industri grafika pun maju pesat.* ANDRI GURNITA/”PR”
Berkembangnya teknologi informasi memberi peluang pada industri grafika untuk lebih maju, terlebih industri ini membutuhkan kreativitas pelaku bisnisnya. Diakui Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) Jawa Barat, R. Bambang Rochyadi, industri grafika sempat mengalami kelesuan pada 2006. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, antara lain munculnya mesin cetak dengan kemampuan digital, prospek industri grafika ke depan sangat bagus.
**
Meskipun bermula pada industri percetakan, pada era sekarang, industri packaging atau pengemasan mulai menunjukkan geliatnya. Bahkan bisa dibilang industri pengemasan mulai mendominasi industri grafika dengan mengambil posisi sebesar 80 persen. “Komposisi industri grafika, saat ini mulai bergeser. Jika dulu didominasi percetakan, sekarang 80% industri grafika dikuasai oleh pengemasan, sisanya baru percetakan,” tutur Bambang.
Hal ini bisa dilihat dari semakin beragamnya kemasan yang ditampilkan oleh hampir semua produk. Bahkan, produk usaha kecil pun tak lepas dari proses pengemasan. Hasilnya, industri ini semakin berkembang dan mulai mendominasi.
Prospek di Jabar untuk industri ini pun dinilai sangat menjanjikan. Sebab, lebih dari 600 usaha percetakan ada di Jabar. Empat ratus di antaranya ada di Bandung. Jumlah ini belum termasuk usaha kecil yang kadang tidak terdata. Dari segi jumlah, industri ini dinilai sebagai salah satu kekuatan ekonomi yang besar.
Bahkan, Gubernur Jabar, Danny Setiawan, pun merasa kagum dengan perkembangan yang ada sekarang. “Teknologi cetak jarak jauh merupakan terobosan yang luar biasa yang membuktikan perkembangan industri grafika ini,” tuturnya saat membuka Jabar Grafika Expo 2007 beberapa hari lalu. Sementara, Ketua Kadin Jabar, Iwan D. Hanafi optimistis industri ini lebih kondusif dibandingkan dunia usaha lain.
**
Ironisnya, industri yang berkembang pesat tidak diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Sebagian besar pelaku industri grafika belajar secara otodidak. “Disayangkan, industri ini sangat berkembang di Bandung, tetapi tidak ada sekolah jurusan grafika,” tutur Bambang. Biasanya, jurusan yang mendekati grafika yakni desain visual, maupun komunikasi.
Selain dari kualitasnya, kuantitas SDM-nya pun tidak sebanding dengan perkembangan industri grafika. Industri grafika hanya berkembang di daerah perkotaan, khususnya di Bandung.
“Memang industri ini lebih bergantung pada kreativitas SDM-nya, tetapi keahlian tersebut perlu juga diasah melalui pendidikan di lembaga pendidikan,” tuturnya.
Di daerah, kata Bambang, seringkali terjadi mendirikan perusahaan percetakan hanya berbekal papan nama. Sementara untuk pengerjaannya akan diserahkan ke kota, terutama di Bandung. Sebab, untuk memulai usaha ini tidak sedikit modal yang akan diinvestasikan, misalnya pembelian mesin yang mencapai Rp 200 juta untuk mesin bekas.
Dikatakan Bambang, dengan perawatan yang baik mesin tahun 1980-an masih mampu memenuhi kapasitas standar. Hal ini terkadang menimbulkan usaha baru bagi pelaku usaha. Misalnya dengan menyewakan mesin bagi pengusaha lain. Sebab, order untuk tiap perusahaan tidak pernah sepi.
“Daerah pun harus didorong untuk mampu mengusahakan sendiri percetakan dengan mesin, bukan hanya berbekal papan nama,” kata Bambang. Namun, untuk menumbuhkan usaha di daerah tidak mudah. Sekolah untuk mengasah keahlian mereka belum ada. Sementara untuk belajar secara otodidak diperlukan waktu yang lebih lama. Jika salah perawatan mesin, kerugian yang akan didapatkan.
Sekretaris DPD PPGI Jabar, Mahpudi, mengatakan selama ini asumsi masyarakat sering salah. “Urusan cetak selama ini diasumsikan sebagai pekerjaan bagi blue colllar, padahal white collar pun banyak dibutuhkan,” tutur Mahpudi.
Setidaknya, dibutuhkan 10 orang karyawan untuk menjalankan sebuah usaha grafis yang relatif mapan. “Bisa dikatakan industri grafika merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja,” ucap Mahpudi. Belum lagi, jika order yang didapatkan besar, tenaga tambahan pun akan direkrut.
Diakui Mahpudi, tidak semua tenaga kerja harus tahu benar grafika. Sebab, untuk kebutuhan finishing, hanya diperlukan tenaga kerja yang teliti dan cermat. “Memang harus dilatih, tetapi tidak perlu mempunyai keahlian grafis,” ujar Mahpudi. Biasanya, untuk tenaga kerja di bidang finishing dipilih wanita. Sebab, mereka dinilai lebih teliti dan cermat.
**
Kendala lain yang ditemui yakni bahan baku. Secara kasar, modal pelaku usaha kita selama ini hanya air dan kreativitas. Bagaimana tidak, jika tinta dan kertas masih merupakan barang impor. “Khusus untuk tinta, 90 persen masih barang impor. Pigmen yang dihasilkan oleh industri tinta nasional masih belum bisa memenuhi warna yang sempurna untuk hasil cetakan,” ujar Mahpudi. Selain itu, kertas pun sebagian besar masih merupakan produk luar. Hal ini seringkali menyebabkan ongkos produksi masih tinggi.
Ketua Kadin Jabar, Iwan D. Hanafi mengatakan perlu adanya merjer antara perusahaan besar dan usaha kecil. Paling tidak, merjer dalam hal marketing maupun penyediaan bahan baku merupakan salah satu langkah yang harus mulai diambil ke depannya. “Dengan pembelian dalam jumlah banyak, akan menekan biaya produksi,” ujar Iwan.
Selain menghemat ongkos produksi, merjer pun bisa dijadikan sebuah sarana untuk meratakan industri grafika. “Paling tidak, industri kecil akan tetap mendapatkan order dari industri besar,” ungkapnya.
**
Ketika disinggung berapa besar kontribusi industri ini, Bambang tidak bisa menjelaskan secara angka. Namun, dia mengatakan hal ini bisa dilihat dari besarnya jumlah konsumsi belanja pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. “Hampir semua barang cetakan ada, mulai dari buku, rapor, alat tulis kantor (ATK) sampai pada soal ujian. Hal ini menggambarkan pergerakan grafika semakin tinggi,” ujarnya.
Di Bandung, sentra industri grafika banyak tumbuh, salah satunya di Pagarsih. Meskipun awalnya hanya sebuah tempat jual beli kertas sisa, saat ini perputaran uang di sentra ini jika dihitung secara matematis mencapai Rp 4 juta untuk satu mesin. Padahal, rata-rata satu usaha yang ada di Pagarsih memiliki 3 hingga 5 mesin. Sementara jumlah usaha yang ada di tempat itu hampir ratusan, jika seluruh gang kecil ikut ditelusuri. “Usaha yang besar hanya berkisar 60-an usaha,” ujar Bambang.
Tumbuhnya industri grafika di kawasan Pagarsih, kata Bambang seiring dengan semakin komplitnya kebutuhan masyarakat. Pertama, mereka hanya jual beli kertas sisa, kemudian permintaan cetak kertas khusus pun mulai tumbuh. Hingga akhirnya secara kontinu industri grafika mulai berkembang.
Sekarang, pemikiran bahwa industri grafika hanya sebatas koran yang sedang Anda baca tampaknya perlu diubah. Kaus, kemasan sampo, kardus karton, hingga kemasan kaleng merupakan bentuk produk grafika yang secara langsung menyentuh kehidupan kita. (Kismi/”PR”)***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

pakar komputer AS kupas kecerdasan buatan

Pakar Komputer AS Kupas "Kecerdasan Buatan"

Surabaya (ANTARA News) - Pakar komputer dari Amerika Serikat (AS), Henri J Maramis, mengupas "kecerdasan buatan" melalui jaringan syaraf tiruan atau Artificial Neural Network (ANN) di kampus STIKOM Surabaya, Jumat."Manusia bisa menirukan kecerdasan seperti yang ada pada otak, karena saat ini sudah banyak dikembangkan kecerdasan buatan, diantaranya dengan ANN," ujarnya dalam seminar bertajuk `ANN dan Aplikasi Kecerdasan Buatan.`Menurut Maramis yang merupakan Platform Development Engineering Intel Corporation AS itu, kecerdasan buatan mirip otak manusia dalam sistem komputer adalah alat otomatisasi seperti yang diterapkan pada robot."Untuk menciptakan kecerdasan buatan itu bisa dilakukan pada hardware maupun software. Hal itu tergantung pada penerapan apa saja yang sedang dibutuhkan," ungkapnya.Sistem itu, katanya, dapat mengenali dan mengidentifikasi obyek berdasarkan ciri yang bisa dikenali atau ditebak seperti wajah seseorang mulai dari mata, hidung, face (muka), dan suara pada sinyal wicara."Proses kerja sistem itu hampir mendekati cara kerja sistem otak manusia," ucapnya, sambil memberi contoh gambar pola sistem kerja otak manusia yang hampir sama dengan sistem kerja ANN.Kesamaannya, katanya, terlihat ketika ada data atau obyek maka cirinya akan dicari."Untuk mengetahui hal itu maka dibuatkanlah training dengan sistem neural yakni ANN dalam bentuk maping pemaparan data ciri seseorang. Jadi, aplikasi jaringan syaraf tiruan ada pada pembuatan robot," ucapnya.Menanggapi paparan itu, Ketua Program Studi S-1 Sistem Komputer (SK) STIKOM Surabaya, Tjio Hok Hoo ST MSc menilai pemanfaatan metode ANN itu sangat luas."Salah satu aplikasinya dapat diterapkan pada mata kuliah robot, karena itu saya berharap mahasiswa dapat menambah wawasan dengan mengikuti seminar tersebut," tuturnya.(*)
Copyright © 2007 ANTARA

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

kecerdasan buatan dalam robotik

Penulis: Pitowarno, E.

p-p.

4.2 KECERDASAN BUATAN DALAM ROBOTIK

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dalam robotik adalah suatu algorithma (yang dipandang) cerdas yang diprogramkan ke dalam kontroler robot. Pengertian cerdas di sini sangat relatif, karena tergantung dari sisi mana sesorang memandang.

Para filsuf diketahui telah mulai ribuan tahun yang lalu mencoba untuk memahami dua pertanyaan mendasar: bagaimanakah pikiran manusia itu bekerja, dan, dapatkah yang bukan-manusia itu berpikir? (Negnevitsky, 2004). Hingga sekarang, tak satupun mampu menjawab dengan tepat dua pertanyaan ini. Pernyataan cerdas yang pada dasarnya digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir manusia selalu menjadi perbincangan menarik karena yang melakukan penilaian cerdas atau tidak adalah juga manusia. Sementara itu, manusia tetap bercita-cita untuk menularkan �kecerdasan manusia� kepada mesin.



Dalam literatur, orang pertama yang dianggap sebagai pionir dalam mengembangkan mesin cerdas (intelligence machine) adalah Alan Turing, sorang matematikawan asal Inggris yang memulai karir saintifiknya di awal tahun 1930-an. Di tahun 1937 ia menulis paper tentang konsep mesin universal (universal machine). Kemudian, selama perang dunia ke-2 ia dikenal sebagai pemain kunci dalam penciptaan Enigma, sebuah mesin encoding milik militer Jerman. Setelah perang, Turing membuat �automatic computing engine�. Ia dikenal juga sebagai pencipta pertama program komputer untuk bermain catur, yang kemudian program ini dikembangkan dan dimainkan di komputer milik Manchester University. Karya-karyanya ini, yang kemudian dikenal sebagai Turing Machine, dewasa ini masih dapat ditemukan aplikasi-aplikasinya. Beberapa tulisannya yang berkaitan dengan prediksi perkembangan komputer di masa datang akhirnya juga ada yang terbukti. Misalnya tentang ramalannya bahwa di tahun 2000-an komputer akan mampu melakukan percakapan dengan manusia. Meski tidak ditemukan dalam paper-papernya tentang istilah �resmi�: artificial intelligence, namun para peneliti di bidang ini sepakat untuk menobatkan Turing sebagai orang pertama yang mengembangkan kecerdasan buatan.

Secara saintifik, istilah kecerdasan buatan � untuk selanjutnya disebut sebagai AI (artificial intelligence) � pertama kali diperkenalkan oleh Warren McCulloch, seorang filsuf dan ahli perobatan dari Columbia University, dan Walter Pitts, seorang matematikawan muda pada tahun 1943, (Negnevitsky, 2004). Mereka mengajukan suatu teori tentang jaringan saraf tiruan (artificial neural network, ANN) � untuk selanjutnya disebut sebagai ANN � bahwa setiap neuron dapat dipostulasikan dalam dua keadaan biner, yaitu ON dan OFF. Mereka mencoba menstimulasi model neuron ini secara teori dan eksperimen di laboratorium. Dari percobaan, telah didemonstrasikan bahwa model jaringan saraf yang mereka ajukan mempunyai kemiripan dengan mesin Turing, dan setiap fungsi perhitungan dapat dapat diselesaikan melalui jaringan neuron yang mereka modelkan.

Kendati mereka meraih sukses dalam pembuktian aplikasinya, pada akhirnya melalui eksperimen lanjut diketahui bahwa model ON-OFF pada ANN yang mereka ajukan adalah kurang tepat. Kenyataannya, neuron memiliki karakteristik yang sangat nonlinear yang tidak hanya memiliki keadaan ON-OFF saja dalam aktifitasnya. Walau demikian, McCulloch akhirnya dikenal sebagai orang kedua setelah Turing yang gigih mendalami bidang kecerdasan buatan dan rekayasa mesin cerdas. Perkembangan ANN sempat mengalami masa redup pada tahun 1970-an. Baru kemudian pada pertengahan 1980-an ide ini kembali banyak dikaji oleh para peneliti.

Sementara itu, metoda lain dalam AI yang sama terkenalnya dengan ANN adalah Fuzzy Logic (FL) � untuk selanjutnya ditulis sebagai FL. Kalau ANN didisain berdasarkan kajian cara otak biologis manusia bekerja (dari dalam), maka FL justru merupakan representasi dari cara berfikir manusia yang nampak dari sisi luar. Jika ANN dibuat berdasarkan model biologis teoritis, maka FL dibuat berdasarkan model pragmatis praktis. FL adalah representasi logika berpikir manusia yang tertuang dalam bentuk kata-kata.

Kajian saintifik pertama tentang logika berfikir manusia ini dipublikasikan oleh Lukazewicz, seorang filsuf, sekitar tahun 1930-an. Ia mengajukan beberapa representasi matematik tentang �kekaburan� (fuzziness) logika ketika manusia mengungkapkan atau menyatakan penilaian terhadap tinggi, tua dan panas (tall, old, & hot). Jika logika klasik hanya menyatakan 1 atau 0, ya atau tidak, maka ia mencoba mengembangkan pernyataan ini dengan menambahkan faktor kepercayaan (truth value) di antara 0 dan 1.

Di tahun 1965, Lotfi Zadeh, seorang profesor di University of California, Berkeley US, mempublikasikan papernya yang terkenal, �Fuzzy Sets�. Penelitian-penelitian tentang FL dan fuzzy system dalam AI yang berkembang dewasa ini hampir selalu menyebutkan paper Zadeh itulah sebagai basis pijakannya. Ia mampu menjabarkan FL dengan pernyataan matematik dan visual yang relatif mudah untuk dipahami. Karena basis kajian FL ini kental berkaitan dengan sistem kontrol (Zadeh adalah profesor di bidang teknik elektro) maka pernyataan matematiknya banyak dikembangkan dalam konteks pemrograman komputer.

Metoda AI lain yang juga berkembang adalah algorithma genetik (genetic algorithm, GA) � untuk selanjutnya disebut sebagai GA. Dalam pemrograman komputer, aplikasi GA ini dikenal sebagai pemrograman berbasis teori evolusi (evolutionary computation, EC) � untuk selanjutnya disebut sebagai EC. Konsep EC ini dipublikasikan pertama kali oleh Holland (1975). Ia mengajukan konsep pemrograman berbasis GA yang diilhami oleh teori Darwin. Intinya, alam (nature), seperti manusia, memiliki kemampuan adaptasi dan pembelajaran alami �tanpa perlu dinyatakan: apa yang harus dilakukan�. Dengan kata lain, alam memilih �kromosom yang baik� secara �buta�/alami. Seperti pada ANN, kajian GA juga pernah mengalami masa vakum sebelum akhirnya banyak peneliti memfokuskan kembali perhatiannya pada teori EC.

GA pada dasarnya terdiri dari dua macam mekanisme, yaitu encoding dan evaluation. Davis (1991) mempublikasikan papernya yang berisi tentang beberapa metoda encoding. Dari berbagai literatur diketahui bahwa tidak ada metoda encoding yang mampu menyelesaikan semua permasalahan dengan sama baiknya. Namun demikian, banyak peneliti yang menggunakan metoda bit string dalam kajian-kajian EC dewasa ini.

Aplikasi AI dalam kontrol robotik dapat diilustrasikan sebagai berikut,

Gambar 4.1: Kontrol robot loop tertutup berbasis AI

Penggunaan AI dalam kontroler dilakukan untuk mendapatkan sifat dinamik kontroler �secara cerdas�. Seperti telah dijelaskan di muka, secara klasik, kontrol P, I, D atau kombinasi, tidak dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan dinamik sistem selama operasi karena parameter P, I dan D itu secara teoritis hanya mampu memberikan efek kontrol terbaik pada kondisi sistem yang sama ketika parameter tersebut di-tune. Di sinilah kemudian dikatakan bahwa kontrol klasik ini �belum cerdas� karena belum mampu mengakomodasi sifat-sifat nonlinieritas atau perubahan-perubahan dinamik, baik pada sistem robot itu sendiri maupun terhadap perubahan beban atau gangguan lingkungan.

Banyak kajian tentang bagaimana membuat P, I dan D menjadi dinamis, seperti misalnya kontrol adaptif, namun di sini hanya akan dibahas tentang rekayasa bagaimana membuat sistem kontrol bersifat �cerdas� melalui pendekatan-pendekatan AI yang populer, seperti ANN, FL dan EC atau GA.

Gambar 4.1 mengilustrasikan tentang skema AI yang digunakan secara langsung sebagai kontroler sistem robot. Dalam aplikasi lain, AI juga dapat digunakan untuk membantu proses identifikasi model dari sistem robot, model lingkungan atau gangguan, model dari tugas robot (task) seperti membuat rencana trajektori, dan sebagainya. Dalam hal ini konsep AI tidak digunakan secara langsung (direct) ke dalam kontroler, namun lebih bersifat tak langsung (indirect).

(c)2005 by Endra Pitowarno







Associated Topics

Robotik: Disain, Kontrol & AI

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

kecerdasan buatan

Kecerdasan buatan



Kecerdasan Buatan (bahasa Inggeris: Artificial Intelligence) atau lebih dikenali sebagai AI merujuk kepada mesin yang mampu untuk berfikir, menimbangkan tindakan yang akan diambil, dan mampu mengambil keputusan sepertimana yang dilakukan oleh manusia.

Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk membina kecerdasan buatan buat masa ini. Contoh-contoh utama termasuk :

  • Logik Kabur : Menggunakan logik kabur untuk mencapai pilihan optimum. Berdasarkan intuisi manusia dan sangat mudah untuk direka.
  • Jaringan Neural (bahasa Inggeris: Neural Network): Dimodel dari interaksi antara neuron sebenar. Berkemampuan untuk belajar dari set data-data sedia ada untuk meramal output.
  • Pengiraan Evolusi : Menggunakan model berasaskan konsep evolusi (mutasi, perkongsian genetic, keupayaan hidup) untuk menghasilkan penyelesaian termudah untuk sesuatu masalah.

Oleh kerana bidang ini masih muda berbanding dengan cabang-cabang sains lain masih tiada jaminan cara yang mana yang akan boleh menghasilkan AI yang sebenar (true AI); AI yang mampu meniru 100% cara manusia berfikir.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

tentang kecerdasan buatan

Kecerdasan buatan

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.


Kecerdasan Buatan (bahasa Inggris: Artificial Intelligence atau AI) didefinisikan sebagai kecerdasan yang ditunjukkan oleh suatu entitas buatan. Sistem seperti ini umumnya dianggap komputer. Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan manusia. Beberapa macam bidang yang menggunakan kecerdasan buatan antara lain sistem pakar, permainan komputer (games), logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan dan robotika.

Banyak hal yang kelihatannya sulit untuk kecerdasan manusia, tetapi untuk Informatika relatif tidak bermasalah. Seperti contoh: mentransformasikan persamaan, menyelesaikan persamaan integral, membuat permainan catur atau Backgammon. Di sisi lain, hal yang bagi manusia kelihatannya menuntut sedikit kecerdasan, sampai sekarang masih sulit untuk direalisasikan dalam Informatika. Seperti contoh: Pengenalan Obyek/Muka, bermain Sepakbola.

Walaupun AI memiliki konotasi fiksi ilmiah yang kuat, AI membentuk cabang yang sangat penting pada ilmu komputer, berhubungan dengan perilaku, pembelajaran dan adaptasi yang cerdas dalam sebuah mesin. Penelitian dalam AI menyangkut pembuatan mesin untuk mengotomatisasikan tugas-tugas yang membutuhkan perilaku cerdas. Termasuk contohnya adalah pengendalian, perencanaan dan penjadwalan, kemampuan untuk menjawab diagnosa dan pertanyaan pelanggan, serta pengenalan tulisan tangan, suara dan wajah. Hal-hal seperti itu telah menjadi disiplin ilmu tersendiri, yang memusatkan perhatian pada penyediaan solusi masalah kehidupan yang nyata. Sistem AI sekarang ini sering digunakan dalam bidang ekonomi, obat-obatan, teknik dan militer, seperti yang telah dibangun dalam beberapa aplikasi perangkat lunak komputer rumah dan video game.

'Kecerdasan buatan' ini bukan hanya ingin mengerti apa itu sistem kecerdasan, tapi juga mengkonstruksinya.

Tidak ada definisi yang memuaskan untuk 'kecerdasan':

  1. kecerdasan: kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan menggunakannya
  2. atau kecerdasan yaitu apa yang diukur oleh sebuah 'Test Kecerdasan'

Faham Pemikiran

Secara garis besar, AI terbagi ke dalam dua faham pemikiran yaitu AI Konvensional dan Kecerdasan Komputasional (CI, Computational Intelligence). AI konvensional kebanyakan melibatkan metoda-metoda yang sekarang diklasifiksikan sebagai pembelajaran mesin, yang ditandai dengan formalisme dan analisis statistik. Dikenal juga sebagai AI simbolis, AI logis, AI murni dan AI cara lama (GOFAI, Good Old Fashioned Artificial Intelligence). Metoda-metodanya meliputi:

  1. Sistem pakar: menerapkan kapabilitas pertimbangan untuk mencapai kesimpulan. Sebuah sistem pakar dapat memproses sejumlah besar informasi yang diketahui dan menyediakan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pada informasi-informasi tersebut.
  2. Petimbangan berdasar kasus
  3. Jaringan Bayesian
  4. AI berdasar tingkah laku: metoda modular pada pembentukan sistem AI secara manual

Kecerdasan komputasional melibatkan pengembangan atau pembelajaran iteratif (misalnya penalaan parameter seperti dalam sistem koneksionis. Pembelajaran ini berdasarkan pada data empiris dan diasosiasikan dengan AI non-simbolis, AI yang tak teratur dan perhitungan lunak. Metoda-metoda pokoknya meliputi:

  1. Jaringan Syaraf: sistem dengan kemampuan pengenalan pola yang sangat kuat
  2. Sistem Fuzzy: teknik-teknik untuk pertimbangan di bawah ketidakpastian, telah digunakan secara meluas dalam industri modern dan sistem kendali produk konsumen.
  3. Komputasi Evolusioner: menerapkan konsep-konsep yang terinspirasi secara biologis seperti populasi, mutasi dan “survival of the fittest” untuk menghasilkan pemecahan masalah yang lebih baik.

Metoda-metoda ini terutama dibagi menjadi algoritma evolusioner (misalnya algoritma genetik) dan kecerdasan berkelompok (misalnya algoritma semut)

Dengan sistem cerdas hibrid, percobaan-percobaan dibuat untuk menggabungkan kedua kelompok ini. Aturan inferensi pakar dapat dibangkitkan melalui jaringan syaraf atau aturan produksi dari pembelajaran statistik seperti dalam ACT-R. Sebuah pendekatan baru yang menjanjikan disebutkan bahwa penguatan kecerdasan mencoba untuk mencapai kecerdasan buatan dalam proses pengembangan evolusioner sebagai efek samping dari penguatan kecerdasan manusia melalui teknologi.

Sejarah

Pada awal abad 17, René Descartes mengemukakan bahwa tubuh hewan bukanlah apa-apa melainkan hanya mesin-mesin yang rumit. Blaise Pascal menciptakan mesin penghitung digital mekanis pertama pada 1642. Pada 19, Charles Babbage dan Ada Lovelace bekerja pada mesin penghitung mekanis yang dapat diprogram.

Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead menerbitkan Principia Mathematica, yang merombak logika formal. Warren McCulloch dan Walter Pitts menerbitkan "Kalkulus Logis Gagasan yang tetap ada dalam Aktivitas " pada 1943 yang meletakkan pondasi untuk jaringan syaraf.

Tahun 1950-an adalah periode usaha aktif dalam AI. Program AI pertama yang bekerja ditulis pada 1951 untuk menjalankan mesin Ferranti Mark I di University of Manchester (UK): sebuah program permainan naskah yang ditulis oleh Christopher Strachey dan program permainan catur yang ditulis oleh Dietrich Prinz. John McCarthy membuat istilah "kecerdasan buatan " pada konferensi pertama yang disediakan untuk pokok persoalan ini, pada 1956. Dia juga menemukan bahasa pemrograman Lisp. Alan Turing memperkenalkan "Turing test" sebagai sebuah cara untuk mengoperasionalkan test perilaku cerdas. Joseph Weizenbaum membangun ELIZA, sebuah chatterbot yang menerapkan psikoterapi Rogerian.

Selama tahun 1960-an dan 1970-an, Joel Moses mendemonstrasikan kekuatan pertimbangan simbolis untuk mengintegrasikan masalah di dalam program Macsyma, program berbasis pengetahuan yang sukses pertama kali dalam bidang matematika. Marvin Minsky dan Seymour Papert menerbitkan Perceptrons, yang mendemostrasikan batas jaringan syaraf sederhana dan Alain Colmerauer mengembangkan bahasa komputer Prolog. Ted Shortliffe mendemonstrasikan kekuatan sistem berbasis aturan untuk representasi pengetahuan dan inferensi dalam diagnosa dan terapi medis yang kadangkala disebut sebagai sistem pakar pertama. Hans Moravec mengembangkan kendaraan terkendali komputer pertama untuk mengatasi jalan berintang yang kusut secara mandiri.

Pada tahun 1980-an, jaringan syaraf digunakan secara meluas dengan algoritma perambatan balik, pertama kali diterangkan oleh Paul John Werbos pada 1974. Tahun 1990-an ditandai perolehan besar dalam berbagai bidang AI dan demonstrasi berbagai macam aplikasi. Lebih khusus Deep Blue, sebuah komputer permainan catur, mengalahkan Garry Kasparov dalam sebuah pertandingan 6 game yang terkenal pada tahun 1997. DARPA menyatakan bahwa biaya yang disimpan melalui penerapan metode AI untuk unit penjadwalan dalam Perang Teluk pertama telah mengganti seluruh investasi dalam penelitian AI sejak tahun 1950 pada pemerintah AS.

Tantangan Hebat DARPA, yang dimulai pada 2004 dan berlanjut hingga hari ini, adalah sebuah pacuan untuk hadiah $2 juta dimana kendaraan dikemudikan sendiri tanpa komunikasi dengan manusia, menggunakan GPS, komputer dan susunan sensor yang canggih, melintasi beberapa ratus mil daerah gurun yang menantang.

Filosofi

Perdebatan tentang AI yang kuat dengan AI yang lemah masih menjadi topik hangat diantara filosof AI. Hal ini melibatkan filsafat pemikiran dan masalah pikiran-tubuh. Roger Penrose dalam bukunya The Emperor's New Mind dan John Searle dengan eksperimen pemikiran "ruang China" berargumen bahwa kesadaran sejati tidak dapat dicapai oleh sistem logis formal, sementara Douglas Hofstadter dalam Gödel, Escher, Bach dan Daniel Dennett dalam Consciousness Explained memperlihatkan duukungannya atas fungsionalisme. Dalam pendapat banyak pendukung AI yang kuat, kesadaran buatan dianggap sebagai urat suci (holy grail) kecerdasan buatan.

Fiksi sains

Dalam fiksi sains, AI umumnya dilukiskan sebagai kekuatan masa depan yang akan mencoba menggulingkan otoritas manusia seperti dalam HAL 9000, Skynet, Colossus and The Matrix atau sebagai penyerupaan manusia untuk memberikan layanan seperti C-3PO, Data, the Bicentennial Man, the Mechas dalam A.I. atau Sonny dalam I, Robot. Sifat dominasi dunia AI yang tak dapat dielakkan, kadang-kadang disebut "the Singularity", juga dibantah oleh beberapa penulis sains seperti Isaac Asimov, Vernor Vinge dan Kevin Warwick. Dalam pekerjaan seperti manga Ghost in the Shell-nya orang Jepang, keberadaan mesin cerdas mempersoalkan definisi hidup sebagai organisme lebih dari sekedar kategori entitas mandiri yang lebih luas, membangun konsep kecerdasan sistemik yang bergagasan. Lihat daftar komputer fiksional(list of fictional computers) dan daftar robot dan android fiksional (list of fictional robots and androids).

Seri televisi BBC Blake's 7 menonjolkan sejumlah komputer cerdas, termasuk Zen (Blake's 7), kompuer kontrol pesawat bintang Liberator (Blake's 7); Orac, superkomputer lanjut tingkat tinggi dalam kotak perspex portabel yang mempunyai kemampuan memikirkan dan bahkan memprediksikan masa depan; dan Slave, komputer pada pesawat bintang Scorpio.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

pengertian interaksi manusia komputer


2.1.1. Pengertian Interaksi Manusia-Komputer

Ketika komputer pertama kali diperkenalkan secara komersial pada tahun 50-an, mesin ini sangat sulit dipakai dan sangat tidak praktis. Hal demikian karena waktu itu komputer merupakan mesin yang sangat mahal dan besar, hanya dipakai dikalangan tertentu, misalnya para ilmuwan atau ahli-ahli teknik.

Setelah komputer pribadi (PC) diperkenalkan pada tahun 70-an, maka berkembanglah penggunaan teknologi ini secara cepat dan mengagurnkan ke berbagai penjuru kehidupan (pendidikan, perdagangan, pertahanan, perusahaan, dan sebagainya). Kemajuan-kemajuan teknologi tersebut akhirnya juga mempengaruhi rancangan sistem. Sistem rancangan dituntut harus bisa memenuhi kebutuhan pemakai, sistem harus mempunyai kecocokkan dengan kebutuhan pemakai atau suatu sistem yang dirancang harus berorientasi kepada pemakai. Pada awal tahun 70-an ini, juga mulai muncul isu teknik antarmuka pemakai (user interface) yang diketahui sebagai Man-Machine Interaction (MMI) atau Interaksi Manusia-Mesin.

Pada Man-Machine Interaction sudah diterapkan sistem yang "user friendly". Narnun, sifat user friendly pada MMI ini diartikan secara terbatas. User friendly pada MMI hanya dikaitkan dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan estetika atau keindahan tampilan pada layar saja. Sistem tersebut hanya menitik beratkan pada aspek rancangan antarmukanya saja, sedangkan faktor-faktor atau aspek-aspek yang berhubungan dengan pemakai baik secara organisasi atau individu belum diperhatikan [PRE94].

    Para peneliti akademis mengatakan suatu rancangan sistem yang berorientasi kepada pemakai, yang memperhatikan kapabilitas dan kelemahan pemakai ataupun sistem (komputer) akan memberi kontribusi kepada interaksi manusia-komputer yang lebih baik. Maka pada pertengahan tahun 80-an diperkenalkanlah istilah Human-Computer Interaction (HCI) atau Interaksi Manusia-Komputer.

    Pada HCI ini cakupan atau fokus perhatiannya lebih luas, tidak hanya berfokus pada rancangan antarmuka saja, tetapi juga memperhatikan semua aspek yang berhubungan dengan interaksi antara manusia dan komputer. HCI ini kemudian berkembang sebagai disiplin ilmu tersendiri (yang merupakan bidang ilmu interdisipliner) yang membahas hubungan tirnbal balik antara manusia-komputer beserta efek-efek yang terjadi diantaranya.

Oleh Baecker dan Buxton [dalam PRE94] HCI ini didefinisikan sebagai "set of processes, dialogues, and actions through -which a human user employs and interacts with computer". ACM-SGCHI [dalam PRE94] lebih jauh menuliskan definisi tentang HCI sebagai berikut:

--- human-computer interaction is a discipline concerned with the design, evaluation and implementation of interactive computing system for human use and with the study of major phenomena surrounding them. "

Dengan demikian terlihat jelas bahwa fokus perhatian HCI tidak hanya pada keindahan tampilannya saja atau hanya tertuju pada tampilan antarmukanya saja, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek pamakai, implementasi sistem rancangannya dan fenomena lingkungannya, dan lainnya. Misalnya, rancangan sistem itu harus memperhatikan kenyamanan pemakai, kemudahan dalam pemakaian, mudah untuk dipelajari dlsb.

Tujuan dari HCI adalah untuk menghasilkan sistem yang bermanfaat (usable) dan aman (safe), artinya sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik. Sistem tersebut bisa untuk mengembangkan dan meningkatkan keamanan (safety), utilitas (utility), ketergunaan (usability), efektifitas (efectiveness) dan efisiensinya (eficiency). Sistem yang dimaksud konteksnya tidak hanya pada perangkat keras dan perangkat lunak, tetapi juga mencakup lingkungan secara keseluruhan, baik itu lingkungan organisasi masyarakat kerja atau lingkungan keluarga. Sedangkan utilitas mengacu kepada fungsionalitas sistem atau sistem tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan efesiensi kerjanya. Ketergunaan (usability) disini dimaksudkan bahwa sstem yang dibuat tersebut mudah digunakan dan mudah dipelajari baik secara individu ataupun kelompok.

    Pendapat Preece, J. di atas didasarkan pada pemikiran yang menyatakan bahwa kepentingan pemakai sistem harus didahulukan, pemakai tidak bisa diubah secara radikal terhadap sistem yang telah ada, sistem yang dirancang harus cocok dengan kebutuhan-kebutuhan pemakai.

    Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan komputer, para pemakai pertama kali akan berhadapan dengan perangkat keras komputer. Untuk sampai pada isi yang ingin disampaikan oleh perangkat lunak, pemakai dihadapkan terlebih dahulu dengan seperangkat alat seperti papan ketik (keyboard), monitor, mouse, joystick, dan lain-lain. Pemakai harus dapat mengoperasikan seperangkat alat tersebut. Selanjutnya, pemakai akan berhadapan dengan macam-macam tampilan menu, macam-macam perintah yang terdiri dari kata atau kata-kata yang harus diketikkannya, misalnya save, copy, delete, atau macam-macam ikon. Peralatan, perintah, ikon dan lain-lain yang disebutkan di atas dikenal dengan nama interface (antarmuka). Interface ini merupakan lapisan pertama yang langsung bertatap muka dengan pemakai.

Sistem interaksi itu sendiri juga merupakan bagian dari sistem komputer yang dibuat, sehingga memungkinkan manusia bermteraksi dengan sistem komputer se-efektif mungkin guna memanfaatkan kemampuan pengolahan yang tersedia pada sistem komputer. Salah satu model antarmuka antara manusia dan komputer atau rangkaian kegiatan interaksi manusia-komputer secara sederhana dapat disimak pada gambar di bawah.

    Gambar 2.1 : Model rangkaian kegiatan interaksi manusia-komputer [DOW92].

Dari Gambar 2.1 ini terlihat bahwa manusia memberi isyarat, atau masukan data kepada sistem pengolah informasi komputer, melalui alat masukan yang tersedia pada sistim komputer (misalnya keyboard). Berdasarkan masukan ini, melalui alat keluarannya (mi~lnya monitor), hasil-hasil pengolahan dari prosesor komputer disajikan kepada manusia. Melalui sensor manusia, seperti penglihatan (mata), pendengaran (telinga), dan peraba, sajian atau masukan-masukan itu kemudian dipantau/dimonitor untuk selanjutnya diteruskan ke sistem pengolah informasi manusia (perceptual processing, intellectual/cognitive processing, dan motor control yang selalu berinteraksi dengan human memory) untuk ditafsirkan.

Setelah penafsiran dilakukan dan keputusan diambil, maka diteruskanlah perintah ke alat responder manusia (tangan, jari, suara, dan lainnya) untuk melakukan tindak lanjutan yang pada urnumnya diwujudkan berupa masukan kembali ke komputer.

Rangkaian pesan dan isyarat antara manusia dengan komputer membentuk suatu dialog interaktif, yakni serangkaian aksi dan reaksi yang saling berkaitan. Memperhatikan rangkaian kegiatan interaksi yang terjadi, jelaslah bahwa sifat dari suatu interaksi sangat ditentukan oleh dialog manusia-komputer dan teknologi dari alat masukan serta keluaran yang digunakan [DOW92].

Dengan faktor-faktor yang tercakup pada HCI tersebut, sekarang semakin menjadi jelas peranan HCI di dalam rancangan sistem. la akan mempertinggi kualitas interaksi antara sistem komputer dan manusia. Untuk bisa tercapainya kualitas yang tinggi pada interaksi tersebut, maka secara sistematik perlu diterapkannya pengetahuan tentang tujuan manusia (human goals), kapabilitas dan keterbatasan manusia bersama-sama dengan pengetahuan tentang kapabilitas dan keterbatasan komputer pada sistem. Pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan itu selanjutnya untuk mengetahui aspek-aspek fisik, sosial, organisasi dan lingkungan kerja pemakai. Dengan demikian, perancang sistem harus bisa membuat transisi dari 'apa yang dapat dilakukan kepada sistem (functionality)" menjadi 'bagaimana sistem itu harus dilakukan agar cocok dengan pemakai (usability)".

2.1.3. Model-Model Mental

    Sejak adanya ternuan-ternuan yang dilakukan oleh para peneliti HCI tentang

fungsionalitas sistem, yakni "apa yang diketahui oleh pemakai tentang sistem

perangkat lunak komputer" dan usability sistem, yakni "apa yang harus dilakukan

oleh pemakai terhadap sistem " mendorong perkembangan riset dalam HCI tersebut.

Riset yang dilakukan pada akhir-akhir ini mulai berfokus kepada jenis-jenis

pengetahuan pemakai ketika ia menggunakan sistem komputer. Konsep model

mental terhadap sistem adalah topik utamanya. Studi representasi pengetahuan yang

berbasis komputer ini menghasilkan keuntungan-keuntungan antara lain studi ini

bisa menggali basis perilaku teoritis, seperti perilaku khusus pemakai terhadap

tugasnya. Studi jenis ini juga berkaitan dengan representasi mental, maka diperlukan

3. Mental model. Pemakai dikatakan sudah memiliki model mental terhadap sistem

    apabila ia telah memahami bagaimana sistem itu bekerja, apa saja komponen

    sistem tersebut, bagaimana hubungannya, apa saja proses-proses internalnya, dan

    bagaimana operasi internal tersebut mempengaruhi komponen-komponennya

    [CAR90].

      Ketepatan rancangan system image dari suatu sistem terhadap model mental

pemakai adalah sangat penting. Jika sistem tersebut tidak bisa merepresentasikan

model mental pemakai secara baik, maka interaksi yang terjadi antara sistem dan

pemakai niscaya akan mengalami hambatan-hambatan. Pemakai akan tidak bisa

nyaman dalam menggunakan sistem tersebut, bahkan bisa terjadi kesalahpahaman,

karena beban kognitif pemakai bertambah berat. Oleh karenanya, dalam sistem antar

muka biasanya masalah yang paling sering terjadi adalah kesenjangan antara model

mental pemakai mengenai tugas dari sistem dengan keadaan riil dari sistem itu.

Misalnya, pada waktu memulai suatu program, seorang pemakai sudah memiliki

tujuan yang ingin dicapai dari interaksi yang dilakukan, yang mana tujuan ini ada

didalam pikiran pemakai. Di lain pihak, perancang atau pengembang program juga

mempunyai tujuan sendiri dari sistem yang dikembangkannya. Bila tujuan dari

pemakai dan tujuan dari perancang sistim itu berbeda jauh, maka disini biasanya

akan terjadi kesukaran atau konflik-konflik ketika berinteraksi.

    Oleh Norman (1986) ditegaskan bahwa konflik-konflik demikian bisa terjadi

di-karenakan adanya kesenjangan antara model mental (yakni: goals dan intensi)

seseorang yang disebut variabel-variabel psikologikal dengan variabel-variabel

fisikal (sistem). Narnun demikian, perbedaan atau kesenjangan antara tujuan dari

pemakai dan sistim ini dapat diperkecil bila rancangan sistem dibuat berdasarkan

data-data dari pemakai, misalnya kemampuan kognitif pemakai, tujuan yang ingin

dicapai oleh pemakai, dan sebagainya. Untuk hal tersebut Norman (1986) mencoba

mengaplikasikan hasil risetnya dibidang cognitive science yang dikenal dengan

istilah Cognitive Engineering. Melalui cognitive engineering ini kesenjangan akan

diperkecil.

    Kesenjangan interaksi antara pemakai dan sistem tersebut digambarkan

dengan dua buah gulfs (celah) yaitu the gulf of execution (celah eksekusi) dan the

gulfofevaluation (celah evaluasi ) (lihat Gambar 2.4).

Physica

Syistem

Gulf of

Execution

Gulf of

Evaluation

GOAL

Gambar 2.4: The Gulf of Execution and Evaluation [HUT86].

Agar celah tersebut tidak semakin jauh, maka kedua gulfs tersebut harus

dijembatani sehingga terdapat kecocokan antara sistem yang ada dengan model

mental pemakai. Kedua gulfs dijembatani dalam dua arah, dari arah sistem

dijembatani dengan Evaluation Bridge, sedangkan dari arah sisi pemakai

dijembatani dengan Execution Bridge (lihat Gambar 2.5).

    Dalam Gambar 2.5 dapat disimak bahwajembatan dari sisi pemakai (goals)

ke sistem fisikal (physical system) diawali dengan formasi intensi pemakai yang

relevan dengan sistem. Selanjutnya, pemakai menentukan langkah-langkah tindakan

I khusus (action specification) yang tepat guna mengeksekusi sebarisan tindakan itu

~xecuting the action). Melalui mekanisme antarmuka (interface mechanism),

I-

l~sekusi tindakan ini dijalankan untuk kemudian disampaikan ke sistem. Sistem

Mneresponnya,yang selanjutnya hasil respon tersebut (output), disampaikan

Execution Bridai

      Gambar 2.5: Jembatan Celah Eksekusi dan Evaluasi [NOR86].

atau ditampilkan lagi kepada pemakai melalui piranti yang tersedia (monitor atau

tampilan antarmuka). Jadi ada 4 komponen yang menjembatani dari sistem pemakai

ke sistem fisikal, yakni formasi intensi, spesifikasi aksi, eksekusi aksi dan

mekanisme antarmuka.

    Sedangkan jembatan dari sisi sistem fisikal ke pemakai diawali dengan

tampilan antarmuka (interface display) yang menampilkan output (keluaran) dari

sistem. Output ini kemudian diinterpretasikan oleh pemakai melalui proses

intemalnya (pengolahan persepsinya). Selanjutnya dilakukan evaluasi dengan

membandingkan hasil interpretasi dari status sistem dengan goal dan intensi awal

(original goal). Dalam jembatan ini juga ada 4 (empat) komponen, yaitu tampilan

antarmuka, pengolahan persepsi, interpretasi, dan evaluasi [NOR86].

2.1.4. Ikon Sebagai Antarmuka Manusia-Komputer

    Ikon telah digunakan sejak sejarah manusia ada sebagai sirnbol dari

representasi visualnya. Kata ikon berasal dari kata Greek (Yunani Kuno) yang

    digunakan untuk image, gambar-gambar, ataupun simbol-simbol yang

    merepresentasikan suatu objek seperti temak, biji-bijian, masyarakat/ keluarga, dan

    sebagainya. Dari ikon-ikon ini kemudian berkembang menjadi komponen-

komponen bahasa tulisan dan sistem bilangan [NOR90].

    Dewasa ini ikon telah menjadi komponen urnum dalam antarmuka komputer.

Menurut Smith, dkk. [dalam FAM93] ikon juga membuat antarmuka lebih akrab

(familiar) bagi pemakai. Sedangkan Johnson [dalam FAM93] menyatakan bahwa

dengan fasilitas ikon pada sistem antarmuka, pemakai bisa memanipulasi informasi

melalui layar tampilannya, seperti cara yang pemakai gunakan dalam memanipulasi

obyek fisik pada suatu desktop.

    Dalam disiplin interaksi manusia-komputer, ikon dimaksudkan sebagai

bayangan (image), gambar, atau simbol yang merepresentasikan suatu konsep

[SHN92]. Ikon dikiasifikasikan menjadi dua jenis yaitu ikon piktoral dan ikon

simbol. Ikon piktoral adalah ikon untuk merepresentasikan informasi operasi

semantik dan abstrak dengan menggunakan gambar-gambar. Sedangkan ikon-ikon

dengan beberapa karakter untuk membantu menangkap informasi semantik disebut

ilrnri cirrihril

    Ikon dirancang untuk merepresentasikan suatu operasi atau perintah yang

akan dijalankan sistem. Untuk menciptakan suatu representasi bentuk visual (ikon)

yang baik harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

1. Ketergantungan kultur/budaya dan aplikasi.

    Ikon dirancang untuk merepresentasikan sebuah klas atau kelompok obyek (misal

    operasi dan perintah), bukan hanya untuk obyek-obyek spesifik. Maka ikon yang

    dibuat harus rnenggunakan sirnbol-simbol alami yang merupakan latar belakang

    budaya pemakai. Adalah suatu fakta bahwa dalam setiap kelompok masyarakat

    yang berbeda akan memiliki gaya kognitf yang berbeda pula., dan sangat dapat

    dimengerti bahwa preferensi masing-masing individu bisa berbeda-beda

    [SHN92]. Sebagai contoh tanda stop bidang delapan (oktagonal) dan simbol "x"

    dapat mengandung pengertian "tidak" dan beberapa ruang kamar kecil

    digunakan ikon "pants" dan "skirt" di depan pintu yang berarti simbol "laki-laki"

    dan "perempuan" [CHA90].

2. Bentuk mudah dikenal (easy recognition).

    Suatu ikon yang dirancang dengan makna yang tepat akan membantu pemakai

    dalam mengingat dan mengidentifikasi ikon itu. Keuntungan dari suatu ikon

    adalah bahwa ikon dapat dikenal melalui bentuk-bentuknya, sekali bentuk itu

    diketahui maka akan dengan mudah untuk diingat artinya tanpa menambahkan

    teks yang mungkin sulit untuk diimplementasikan

3. Berbeda dengan ikon lainnya dalam suatu sistem.

    Ikon di dalam suatu sistem harus konsisten danjelas (mudah dibedakan). Setiap

ikon harus dirancang dengan ciri yang khas, yang merefleksikan makna dari

obyek yang direpresentasikan dan harus berbeda dengan ikon yang lain.

    Dengan digunakannya ikon sebagai antarmuka dalam suatu sistem akan

memberikan keuntungan bagi pemakai, yaitu:

• Operasi akan menjadi lebih cepat daripada menuliskan kata-kata perintah.

• Untuk memahami arti semantik suatu ikon akan lebih cepat.

• Perintah-perintah atau operasi dengan ikon dapat dilakukan secara simultan.

    Dalam sistem interaksi berbasis ikon, ukuran simbol-simbol piktografis

untuk merepresentasikan suatu obyek dalam suatu sistem komputer, biasanya

64x64 piksel. Tetapi, yang lebih utama dalam pembuatan ikon sebagai interface

adalah ikon tersebut mudah ditangkap, mudah dibaca, berhubungan dengan

pengetahuan pemakai dan dapat mengurangi beban kognitif pemakai [SHN92].

    Ketepatan bentuk pola gambar dari rancangan ikon akan membantu pemakai

dalam mengingat dan mengidentifikasikan ikon tersebut, sehingga tidak perlu

menarnbahkan teks untuk memperjelasnya. Selain itu, ikon dalam suatu sistem harus

konsisten dan mudah dapat dibedakan satu sama lainnya. Setiap ikon harus

dirancang dengan ciri khas, yang merefleksikan pengertian dari sesuatu yang

direpresentasikan dan berbeda dengan ikon lainnya [CHA90].

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

pengertian interaksi manusia ko,m


2.1.1. Pengertian Interaksi Manusia-Komputer

Ketika komputer pertama kali diperkenalkan secara komersial pada tahun 50-an, mesin ini sangat sulit dipakai dan sangat tidak praktis. Hal demikian karena waktu itu komputer merupakan mesin yang sangat mahal dan besar, hanya dipakai dikalangan tertentu, misalnya para ilmuwan atau ahli-ahli teknik.

Setelah komputer pribadi (PC) diperkenalkan pada tahun 70-an, maka berkembanglah penggunaan teknologi ini secara cepat dan mengagurnkan ke berbagai penjuru kehidupan (pendidikan, perdagangan, pertahanan, perusahaan, dan sebagainya). Kemajuan-kemajuan teknologi tersebut akhirnya juga mempengaruhi rancangan sistem. Sistem rancangan dituntut harus bisa memenuhi kebutuhan pemakai, sistem harus mempunyai kecocokkan dengan kebutuhan pemakai atau suatu sistem yang dirancang harus berorientasi kepada pemakai. Pada awal tahun 70-an ini, juga mulai muncul isu teknik antarmuka pemakai (user interface) yang diketahui sebagai Man-Machine Interaction (MMI) atau Interaksi Manusia-Mesin.

Pada Man-Machine Interaction sudah diterapkan sistem yang "user friendly". Narnun, sifat user friendly pada MMI ini diartikan secara terbatas. User friendly pada MMI hanya dikaitkan dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan estetika atau keindahan tampilan pada layar saja. Sistem tersebut hanya menitik beratkan pada aspek rancangan antarmukanya saja, sedangkan faktor-faktor atau aspek-aspek yang berhubungan dengan pemakai baik secara organisasi atau individu belum diperhatikan [PRE94].

    Para peneliti akademis mengatakan suatu rancangan sistem yang berorientasi kepada pemakai, yang memperhatikan kapabilitas dan kelemahan pemakai ataupun sistem (komputer) akan memberi kontribusi kepada interaksi manusia-komputer yang lebih baik. Maka pada pertengahan tahun 80-an diperkenalkanlah istilah Human-Computer Interaction (HCI) atau Interaksi Manusia-Komputer.

    Pada HCI ini cakupan atau fokus perhatiannya lebih luas, tidak hanya berfokus pada rancangan antarmuka saja, tetapi juga memperhatikan semua aspek yang berhubungan dengan interaksi antara manusia dan komputer. HCI ini kemudian berkembang sebagai disiplin ilmu tersendiri (yang merupakan bidang ilmu interdisipliner) yang membahas hubungan tirnbal balik antara manusia-komputer beserta efek-efek yang terjadi diantaranya.

Oleh Baecker dan Buxton [dalam PRE94] HCI ini didefinisikan sebagai "set of processes, dialogues, and actions through -which a human user employs and interacts with computer". ACM-SGCHI [dalam PRE94] lebih jauh menuliskan definisi tentang HCI sebagai berikut:

--- human-computer interaction is a discipline concerned with the design, evaluation and implementation of interactive computing system for human use and with the study of major phenomena surrounding them. "

Dengan demikian terlihat jelas bahwa fokus perhatian HCI tidak hanya pada keindahan tampilannya saja atau hanya tertuju pada tampilan antarmukanya saja, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek pamakai, implementasi sistem rancangannya dan fenomena lingkungannya, dan lainnya. Misalnya, rancangan sistem itu harus memperhatikan kenyamanan pemakai, kemudahan dalam pemakaian, mudah untuk dipelajari dlsb.

Tujuan dari HCI adalah untuk menghasilkan sistem yang bermanfaat (usable) dan aman (safe), artinya sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik. Sistem tersebut bisa untuk mengembangkan dan meningkatkan keamanan (safety), utilitas (utility), ketergunaan (usability), efektifitas (efectiveness) dan efisiensinya (eficiency). Sistem yang dimaksud konteksnya tidak hanya pada perangkat keras dan perangkat lunak, tetapi juga mencakup lingkungan secara keseluruhan, baik itu lingkungan organisasi masyarakat kerja atau lingkungan keluarga. Sedangkan utilitas mengacu kepada fungsionalitas sistem atau sistem tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan efesiensi kerjanya. Ketergunaan (usability) disini dimaksudkan bahwa sstem yang dibuat tersebut mudah digunakan dan mudah dipelajari baik secara individu ataupun kelompok.

    Pendapat Preece, J. di atas didasarkan pada pemikiran yang menyatakan bahwa kepentingan pemakai sistem harus didahulukan, pemakai tidak bisa diubah secara radikal terhadap sistem yang telah ada, sistem yang dirancang harus cocok dengan kebutuhan-kebutuhan pemakai.

    Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan komputer, para pemakai pertama kali akan berhadapan dengan perangkat keras komputer. Untuk sampai pada isi yang ingin disampaikan oleh perangkat lunak, pemakai dihadapkan terlebih dahulu dengan seperangkat alat seperti papan ketik (keyboard), monitor, mouse, joystick, dan lain-lain. Pemakai harus dapat mengoperasikan seperangkat alat tersebut. Selanjutnya, pemakai akan berhadapan dengan macam-macam tampilan menu, macam-macam perintah yang terdiri dari kata atau kata-kata yang harus diketikkannya, misalnya save, copy, delete, atau macam-macam ikon. Peralatan, perintah, ikon dan lain-lain yang disebutkan di atas dikenal dengan nama interface (antarmuka). Interface ini merupakan lapisan pertama yang langsung bertatap muka dengan pemakai.

Sistem interaksi itu sendiri juga merupakan bagian dari sistem komputer yang dibuat, sehingga memungkinkan manusia bermteraksi dengan sistem komputer se-efektif mungkin guna memanfaatkan kemampuan pengolahan yang tersedia pada sistem komputer. Salah satu model antarmuka antara manusia dan komputer atau rangkaian kegiatan interaksi manusia-komputer secara sederhana dapat disimak pada gambar di bawah.

    Gambar 2.1 : Model rangkaian kegiatan interaksi manusia-komputer [DOW92].

Dari Gambar 2.1 ini terlihat bahwa manusia memberi isyarat, atau masukan data kepada sistem pengolah informasi komputer, melalui alat masukan yang tersedia pada sistim komputer (misalnya keyboard). Berdasarkan masukan ini, melalui alat keluarannya (mi~lnya monitor), hasil-hasil pengolahan dari prosesor komputer disajikan kepada manusia. Melalui sensor manusia, seperti penglihatan (mata), pendengaran (telinga), dan peraba, sajian atau masukan-masukan itu kemudian dipantau/dimonitor untuk selanjutnya diteruskan ke sistem pengolah informasi manusia (perceptual processing, intellectual/cognitive processing, dan motor control yang selalu berinteraksi dengan human memory) untuk ditafsirkan.

Setelah penafsiran dilakukan dan keputusan diambil, maka diteruskanlah perintah ke alat responder manusia (tangan, jari, suara, dan lainnya) untuk melakukan tindak lanjutan yang pada urnumnya diwujudkan berupa masukan kembali ke komputer.

Rangkaian pesan dan isyarat antara manusia dengan komputer membentuk suatu dialog interaktif, yakni serangkaian aksi dan reaksi yang saling berkaitan. Memperhatikan rangkaian kegiatan interaksi yang terjadi, jelaslah bahwa sifat dari suatu interaksi sangat ditentukan oleh dialog manusia-komputer dan teknologi dari alat masukan serta keluaran yang digunakan [DOW92].

Dengan faktor-faktor yang tercakup pada HCI tersebut, sekarang semakin menjadi jelas peranan HCI di dalam rancangan sistem. la akan mempertinggi kualitas interaksi antara sistem komputer dan manusia. Untuk bisa tercapainya kualitas yang tinggi pada interaksi tersebut, maka secara sistematik perlu diterapkannya pengetahuan tentang tujuan manusia (human goals), kapabilitas dan keterbatasan manusia bersama-sama dengan pengetahuan tentang kapabilitas dan keterbatasan komputer pada sistem. Pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan itu selanjutnya untuk mengetahui aspek-aspek fisik, sosial, organisasi dan lingkungan kerja pemakai. Dengan demikian, perancang sistem harus bisa membuat transisi dari 'apa yang dapat dilakukan kepada sistem (functionality)" menjadi 'bagaimana sistem itu harus dilakukan agar cocok dengan pemakai (usability)".

2.1.3. Model-Model Mental

    Sejak adanya ternuan-ternuan yang dilakukan oleh para peneliti HCI tentang

fungsionalitas sistem, yakni "apa yang diketahui oleh pemakai tentang sistem

perangkat lunak komputer" dan usability sistem, yakni "apa yang harus dilakukan

oleh pemakai terhadap sistem " mendorong perkembangan riset dalam HCI tersebut.

Riset yang dilakukan pada akhir-akhir ini mulai berfokus kepada jenis-jenis

pengetahuan pemakai ketika ia menggunakan sistem komputer. Konsep model

mental terhadap sistem adalah topik utamanya. Studi representasi pengetahuan yang

berbasis komputer ini menghasilkan keuntungan-keuntungan antara lain studi ini

bisa menggali basis perilaku teoritis, seperti perilaku khusus pemakai terhadap

tugasnya. Studi jenis ini juga berkaitan dengan representasi mental, maka diperlukan

3. Mental model. Pemakai dikatakan sudah memiliki model mental terhadap sistem

    apabila ia telah memahami bagaimana sistem itu bekerja, apa saja komponen

    sistem tersebut, bagaimana hubungannya, apa saja proses-proses internalnya, dan

    bagaimana operasi internal tersebut mempengaruhi komponen-komponennya

    [CAR90].

      Ketepatan rancangan system image dari suatu sistem terhadap model mental

pemakai adalah sangat penting. Jika sistem tersebut tidak bisa merepresentasikan

model mental pemakai secara baik, maka interaksi yang terjadi antara sistem dan

pemakai niscaya akan mengalami hambatan-hambatan. Pemakai akan tidak bisa

nyaman dalam menggunakan sistem tersebut, bahkan bisa terjadi kesalahpahaman,

karena beban kognitif pemakai bertambah berat. Oleh karenanya, dalam sistem antar

muka biasanya masalah yang paling sering terjadi adalah kesenjangan antara model

mental pemakai mengenai tugas dari sistem dengan keadaan riil dari sistem itu.

Misalnya, pada waktu memulai suatu program, seorang pemakai sudah memiliki

tujuan yang ingin dicapai dari interaksi yang dilakukan, yang mana tujuan ini ada

didalam pikiran pemakai. Di lain pihak, perancang atau pengembang program juga

mempunyai tujuan sendiri dari sistem yang dikembangkannya. Bila tujuan dari

pemakai dan tujuan dari perancang sistim itu berbeda jauh, maka disini biasanya

akan terjadi kesukaran atau konflik-konflik ketika berinteraksi.

    Oleh Norman (1986) ditegaskan bahwa konflik-konflik demikian bisa terjadi

di-karenakan adanya kesenjangan antara model mental (yakni: goals dan intensi)

seseorang yang disebut variabel-variabel psikologikal dengan variabel-variabel

fisikal (sistem). Narnun demikian, perbedaan atau kesenjangan antara tujuan dari

pemakai dan sistim ini dapat diperkecil bila rancangan sistem dibuat berdasarkan

data-data dari pemakai, misalnya kemampuan kognitif pemakai, tujuan yang ingin

dicapai oleh pemakai, dan sebagainya. Untuk hal tersebut Norman (1986) mencoba

mengaplikasikan hasil risetnya dibidang cognitive science yang dikenal dengan

istilah Cognitive Engineering. Melalui cognitive engineering ini kesenjangan akan

diperkecil.

    Kesenjangan interaksi antara pemakai dan sistem tersebut digambarkan

dengan dua buah gulfs (celah) yaitu the gulf of execution (celah eksekusi) dan the

gulfofevaluation (celah evaluasi ) (lihat Gambar 2.4).

Physica

Syistem

Gulf of

Execution

Gulf of

Evaluation

GOAL

Gambar 2.4: The Gulf of Execution and Evaluation [HUT86].

Agar celah tersebut tidak semakin jauh, maka kedua gulfs tersebut harus

dijembatani sehingga terdapat kecocokan antara sistem yang ada dengan model

mental pemakai. Kedua gulfs dijembatani dalam dua arah, dari arah sistem

dijembatani dengan Evaluation Bridge, sedangkan dari arah sisi pemakai

dijembatani dengan Execution Bridge (lihat Gambar 2.5).

    Dalam Gambar 2.5 dapat disimak bahwajembatan dari sisi pemakai (goals)

ke sistem fisikal (physical system) diawali dengan formasi intensi pemakai yang

relevan dengan sistem. Selanjutnya, pemakai menentukan langkah-langkah tindakan

I khusus (action specification) yang tepat guna mengeksekusi sebarisan tindakan itu

~xecuting the action). Melalui mekanisme antarmuka (interface mechanism),

I-

l~sekusi tindakan ini dijalankan untuk kemudian disampaikan ke sistem. Sistem

Mneresponnya,yang selanjutnya hasil respon tersebut (output), disampaikan

Execution Bridai

      Gambar 2.5: Jembatan Celah Eksekusi dan Evaluasi [NOR86].

atau ditampilkan lagi kepada pemakai melalui piranti yang tersedia (monitor atau

tampilan antarmuka). Jadi ada 4 komponen yang menjembatani dari sistem pemakai

ke sistem fisikal, yakni formasi intensi, spesifikasi aksi, eksekusi aksi dan

mekanisme antarmuka.

    Sedangkan jembatan dari sisi sistem fisikal ke pemakai diawali dengan

tampilan antarmuka (interface display) yang menampilkan output (keluaran) dari

sistem. Output ini kemudian diinterpretasikan oleh pemakai melalui proses

intemalnya (pengolahan persepsinya). Selanjutnya dilakukan evaluasi dengan

membandingkan hasil interpretasi dari status sistem dengan goal dan intensi awal

(original goal). Dalam jembatan ini juga ada 4 (empat) komponen, yaitu tampilan

antarmuka, pengolahan persepsi, interpretasi, dan evaluasi [NOR86].

2.1.4. Ikon Sebagai Antarmuka Manusia-Komputer

    Ikon telah digunakan sejak sejarah manusia ada sebagai sirnbol dari

representasi visualnya. Kata ikon berasal dari kata Greek (Yunani Kuno) yang

    digunakan untuk image, gambar-gambar, ataupun simbol-simbol yang

    merepresentasikan suatu objek seperti temak, biji-bijian, masyarakat/ keluarga, dan

    sebagainya. Dari ikon-ikon ini kemudian berkembang menjadi komponen-

komponen bahasa tulisan dan sistem bilangan [NOR90].

    Dewasa ini ikon telah menjadi komponen urnum dalam antarmuka komputer.

Menurut Smith, dkk. [dalam FAM93] ikon juga membuat antarmuka lebih akrab

(familiar) bagi pemakai. Sedangkan Johnson [dalam FAM93] menyatakan bahwa

dengan fasilitas ikon pada sistem antarmuka, pemakai bisa memanipulasi informasi

melalui layar tampilannya, seperti cara yang pemakai gunakan dalam memanipulasi

obyek fisik pada suatu desktop.

    Dalam disiplin interaksi manusia-komputer, ikon dimaksudkan sebagai

bayangan (image), gambar, atau simbol yang merepresentasikan suatu konsep

[SHN92]. Ikon dikiasifikasikan menjadi dua jenis yaitu ikon piktoral dan ikon

simbol. Ikon piktoral adalah ikon untuk merepresentasikan informasi operasi

semantik dan abstrak dengan menggunakan gambar-gambar. Sedangkan ikon-ikon

dengan beberapa karakter untuk membantu menangkap informasi semantik disebut

ilrnri cirrihril

    Ikon dirancang untuk merepresentasikan suatu operasi atau perintah yang

akan dijalankan sistem. Untuk menciptakan suatu representasi bentuk visual (ikon)

yang baik harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

1. Ketergantungan kultur/budaya dan aplikasi.

    Ikon dirancang untuk merepresentasikan sebuah klas atau kelompok obyek (misal

    operasi dan perintah), bukan hanya untuk obyek-obyek spesifik. Maka ikon yang

    dibuat harus rnenggunakan sirnbol-simbol alami yang merupakan latar belakang

    budaya pemakai. Adalah suatu fakta bahwa dalam setiap kelompok masyarakat

    yang berbeda akan memiliki gaya kognitf yang berbeda pula., dan sangat dapat

    dimengerti bahwa preferensi masing-masing individu bisa berbeda-beda

    [SHN92]. Sebagai contoh tanda stop bidang delapan (oktagonal) dan simbol "x"

    dapat mengandung pengertian "tidak" dan beberapa ruang kamar kecil

    digunakan ikon "pants" dan "skirt" di depan pintu yang berarti simbol "laki-laki"

    dan "perempuan" [CHA90].

2. Bentuk mudah dikenal (easy recognition).

    Suatu ikon yang dirancang dengan makna yang tepat akan membantu pemakai

    dalam mengingat dan mengidentifikasi ikon itu. Keuntungan dari suatu ikon

    adalah bahwa ikon dapat dikenal melalui bentuk-bentuknya, sekali bentuk itu

    diketahui maka akan dengan mudah untuk diingat artinya tanpa menambahkan

    teks yang mungkin sulit untuk diimplementasikan

3. Berbeda dengan ikon lainnya dalam suatu sistem.

    Ikon di dalam suatu sistem harus konsisten danjelas (mudah dibedakan). Setiap

ikon harus dirancang dengan ciri yang khas, yang merefleksikan makna dari

obyek yang direpresentasikan dan harus berbeda dengan ikon yang lain.

    Dengan digunakannya ikon sebagai antarmuka dalam suatu sistem akan

memberikan keuntungan bagi pemakai, yaitu:

• Operasi akan menjadi lebih cepat daripada menuliskan kata-kata perintah.

• Untuk memahami arti semantik suatu ikon akan lebih cepat.

• Perintah-perintah atau operasi dengan ikon dapat dilakukan secara simultan.

    Dalam sistem interaksi berbasis ikon, ukuran simbol-simbol piktografis

untuk merepresentasikan suatu obyek dalam suatu sistem komputer, biasanya

64x64 piksel. Tetapi, yang lebih utama dalam pembuatan ikon sebagai interface

adalah ikon tersebut mudah ditangkap, mudah dibaca, berhubungan dengan

pengetahuan pemakai dan dapat mengurangi beban kognitif pemakai [SHN92].

    Ketepatan bentuk pola gambar dari rancangan ikon akan membantu pemakai

dalam mengingat dan mengidentifikasikan ikon tersebut, sehingga tidak perlu

menarnbahkan teks untuk memperjelasnya. Selain itu, ikon dalam suatu sistem harus

konsisten dan mudah dapat dibedakan satu sama lainnya. Setiap ikon harus

dirancang dengan ciri khas, yang merefleksikan pengertian dari sesuatu yang

direpresentasikan dan berbeda dengan ikon lainnya [CHA90].

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments